Jangan Ngemis Pekerjaan
Kisah-kisah keteladanan para ulama salaf tidak pernah habis
diceritakan. Termasuk sebaik-baik cara mereka memotivasi diri guna
meningkatkan ketakwaan kepada Allah Ta’ala. Kita mengambil teladan dari
mereka tersebab jiwa manusia lebih mudah mengambil teladan dari contoh
yang berupa kisah nyata, dan menjadikannya lebih semangat beramal serta
bersegera dalam kebaikan (1). Imam Abu Hanifah berkata, “Kisah-kisah
(keteladanan) para ulama dan duduk di majelis mereka lebih aku sukai
daripada kebanyakan (masalah-masalah) fikih, karena kisah-kisah tersebut
(berisi) adab dan tingkah laku mereka (untuk diteladani).” (2)
Teladan kita kali ini Abdullah bin Mubarak Al-Marwazi (wafat pada 181
H). Imam besar ternama dari kalangan Atba’ut Tabi’in (generasi setelah
tabi’in) terpercaya dan teliti meriwayatkan hadis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Beliau memiliki banyak keutamaan dan sifat terpuji. Imam Ibnu Hajar
Al-Asqalani berkata, “Beliau seorang yang terpercaya lagi sangat teliti
(dalam meriwayatkan hadis), orang yang memiliki ilmu dan pemahaman (yang
dalam), sangat dermawan lagi (sering) berjihad (di jalan Allah Ta’ala),
terkumpul padanya (semua) sifat-sifat baik.” (4)
Di antara keutamaan besar yang disebutkan dalam biografinya adalah
ketika imam besar di zaman beliau, Fudhail bin ‘Iyadh berkata kepada
beliau, “Engkau memerintahkan kepada kami untuk (hidup) zuhud, tidak
berlebihan dan sederhana (dalam kehidupan dunia), tapi kami melihat
engkau mengekspor barang-barang dagangan dari negeri Khurasan ke Tanah
Haram/Mekkah (untuk dijual), bagaimana ini?” Abdullah bin Mubarak
menjawab, “Sesungguhnya aku melakukan (semua) itu hanya untuk menjaga
mukaku (dari kehinaan meminta-minta), memuliakan kehormatanku (agar
tidak menjadi beban orang lain), dan menggunakannya untuk membantuku
dalam ketaatan kepada Allah.” Lalu Fudhail bin ‘Iyadh berkata, “Wahai
Abdullah bin Mubarak, alangkah mulianya tujuanmu itu jika semuanya
benar-benar terbukti.” (5)
Ternyata ucapan beliau benar-benar terbukti. Beliau orang yang sangat
terkenal dermawan, membantu orang miskin dengan sumbangan harta sangat
besar setiap tahun , membiayai semua perbekalan orang-orang yang
menunaikan ibadah haji bersama beliau. (7)
ENAM PELAJARAN
Beberapa pelajaran berharga dapat kita petik dari kisah tersebut.
Pertama, keutamaan bekerja mencari nafkah yang halal dan berusaha memenuhi kebutuhan diri dan keluarga dengan usaha sendiri. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidaklah seorang (hamba) memakan makanan yang lebih baik dari
hasil usaha tangannya (sendiri), dan sungguh Nabi Daud ‘Alaihis salam
makan dari hasil usaha tangannya (sendiri).” (8)
Kedua, termasuk sifat mulia yang dimiliki Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan orang-orang yang saleh adalah mencari nafkah yang halal dengan
usaha mereka sendiri, dan tidak melalaikan mereka dari amal saleh
lainnya, seperti berdakwah di jalan Allah Ta’ala dan menuntut ilmu
agama. Dalam hadis lain, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Nabi Zakaria ‘Alaihis sallam adalah seorang tukang kayu.” (9)
Ketiga, usaha yang halal dalam mencari rezeki tidak
bertentangan dengan sifat zuhud, selama usaha tersebut tidak melalaikan
manusia dari mengingat Allah Ta’ala. Allah berfirman memuji
hamba-hamba-Nya yang saleh, yang artinya,
“Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula)
oleh jual-beli dari mengingat Allah, mendirikan sholat, dan menunaikan
zakat. Mereka takut pada hari (pembalasan) yang (pada saat itu) hati dan
penglihatan menjadi goncang.” (QS. An-Nur:37)
Imam Ibnu Katsir berkata, “Mereka adalah orang-orang yang tidak
disibukkan/ dilalaikan harta benda dan perhiasan dunia, serta kesenangan
berjual-beli (berbisnis) dan meraih keuntungan (besar) dengan mengingat
(beribadah) kepada Rabb mereka (Allah Ta’ala) Yang Maha Menciptakan dan
Melimpahkan Rezeki kepada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang
mengetahui (meyakini) bahwa (balasan kebaikan) di sisi Allah Ta’ala
lebih baik dan lebih utama daripada harta benda di tangan mereka, karena
yang di tangan mereka akan habis/musnah, sedangkan balasan di sisi
Allah kekal abadi.” (10)
Keempat, bekerja dengan usaha yang halal, meskipun
dipandang hina oleh manusia, lebih baik dan mulia daripada meminta-minta
dan menjadi beban orang lain. (11) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sungguh jika salah seorang dari kalian mengambil tali, lalu
pergi ke gunung (untuk mencari kayu bakar), kemudian dia pulang dengan
memikul seikat kayu bakar di punggungnya lalu dijual, sehingga dengan
itu Allah menjaga wajahnya (kehormatannya), maka ini lebih baik daripada
dia meminta-minta kepada manusia, diberi atau ditolak.” (12)
Kelima, mulianya sifat ‘iffah (selalu menjaga
kehormatan diri dengan tidak meminta-minta) serta tercelanya sifat
meminta-minta dan menjadi beban orang lain. Inilah sifat mulia para
sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana firman
Allah Ta’ala, yang artinya,
“(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad)
dijalan Allah. Mereka tidak dapat (berusaha) di bumi. Orang yang tidak
tahu (keadaan mereka) menyangka mereka orang kaya karena mereka
memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat
sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak.” (QS. Al-Baqarah: 273)
Keenam, keutamaan berdagang (berniaga) yang halal, dan inilah
pekerjaan yang disukai dan dianjurkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan para sahabat Radhiyallahu ‘anhum, sebagaimana yang disebutkan
dalam hadis yang sahih. (13) Ada pun hadis “Sembilan per sepuluh rezeki
adalah dari perniagaan”, maka ini adalah hadis yang lemah, sebagaimana
yang dijelaskan oleh Syaikh Al-Albani. (14)
Semoga menjadi kebaikan bagi semua orang yang membacanya.